disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Buddhisme
oleh : Fadhilati Haqiqiyah
Agama Buddha
masuk Jepang diperkirakan tahun 853 atau 552 M. Ketika sebuah kerajaan kecil di
Korea mengirimka sebuah delegasi kepada Kisar Kimmeo Tenno di Jepang. Di
samping membawa berbagai hadiah, delegasi tersebut juga meminta agar kaisar dan
rakyatnya memeluk agama Buddha. Suku Soga menerima agamma ini, tetapi suku-suku
lainnya menolak karna dianggap menhina kepercayaan dan, terutama, para dewa
mereka.
Tokoh utama
;pada penyebaran agama buddha di Jepang adalah pangeran Shotoku Taishi (547-621
M) yang naik tahta pada 593 M, yang peranannya dalam agama Buddha dapat
disejajarkan dengan Raja Asoka di India. Ia juga menetapkan agama Buddha
sebagai agama negara, menerjemahkan sendiri kitab suci Sadharma Pindarika,
Vimalakirti dan Srimalasutra yang sangat berpengaruh dalam pembentukan filsafat
Buddhis di Jepang hingga hari ini. Ia mengirimkan para ahli Jepag ke Korea dan
Cina untuk mempelajari agama, seni dan ilmu pengetahuan. Pata tahun 607 M, ia
mendirikan kuil-kuil di Nara da Haryuji yang merupakan kuil tertua dan masih
berdiri hingga sekarang.
Akan tetapi,
perkembangan pesat agama Buddha terjadi pada periode Nara (710-784), terutama
karena banyaknya suku-suku berpengaruh
dan bansawan-bangsawan terpandang yang memeluk agama tersebut. Para penguasa
pada waktu itu umumnya beranggapan bahwa agama Buddha dapat dijadikan sarana
untuk mencapai kesejahteraan rakyat mereka. Periode Nara juga ditandai dengan
munculnya beberapa aliran dalam agama Buddha di Jepang, baik yang besar maupun
yang kecil, yang pada umumnya mengambil bentuk Cina. Di antara aliran-aliran
tersebut yang ada hingga sekarang adalah aliran Hosso yang berpusat di Kofukuji
dan Yakushiji, Kegon berpusat di Todaiji dan aliran Ristsu yang berpusat dio
Toshodaiji.
Di masa
kekuasaan Heian (794-1185 M) muncul usaha-usaha untuk memadukan kepercayaan dan
tradisi asli Jepang dengan agama Buddha, antara lain melalui ajaran Saicho dan
Kukai. Yang pertama, yang kemuudian terkenal dengan sebutan Dengyo Daishi,
mengajarkan bahwa sebenarnya Dewa-dewa agama Shinto, yang disebut kami,
sementara Kukai yang selanjutnya terkenal dengan sebutan Kobo Daishi,
mengajarkan bahwa dewa tertinggi dalam agama Buddha sehingga tidak ada
perbedaan antara pemujaan terhadap Buddha dengan pemujaan terhadap agama
Shinto.
Memasuki abad
ke 13 M beberapa aluran baru muncul di Jepang, sejalan dengan perselisihan dan
perebutan kekuasaan di antara para penguasa. Aliran-aliran tersebut antara lain
adalah Zen, Amida (Tanah Suci) dan Nichiren Soshu. Aliran Zen mempunyai
jalurasal pada ajaran Bodhidharma di Cina dan diperkirakan masuk ke Jepang pada
abad ke 6 M. Alran ini bertujuan untuk memindahkan pikiran Buddha secara
langsung ke dalam pikiran para pemeluknya dan mengajarkan dan pencerahan hanya
dapat diperoleh melalui pikiran yang intuitif. Oleh karena itu aliran ini
menekankan pada disiplin dalam melakukan samadhi untuk mencapai pencerahan, dan
menolak do’a-do’a atau kepercayaan terhadap adanya juru selamat. Aliran ini
terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu: soto zen, dengan tokohnya Dogen, dan
aliran Rinzai, dengan tokohnya Eisai. Alirann tersebut akhir berkembang di
kalangan militer dan golongan aristokrat srta menjadi tulang punggung kelas
penguasa dan militer, sementara yang pertama lebih banyak dianut oleh kalangan
petani dan bergerak dalam kegiatan sosial, memiliki perguruan tinggi dan
sekolah-sekolah yang cukup banyak.
Aliran amida
(Tanah Suci) mengemukakan suatu ajaran keselamatan dalam istilah-istilah yang
sederhana, yaitu dengan percaya pada Buddha secara mutlak dan dengan menyebut
Amida orang akan memperoleh keselamatan. Aliran ini mendapat banyak pengikut di
kalangan petani dan menjadi semacam agama messianis pada saat terjjadi kemelut
sosial. Objek pemujaannya adalah patung Amida Bddha, dilengkapi dengan patung
bodhisatva Kwan On yang melambangkan kemurahan dan patung Daiseishi sebagai
lambang kebijaksanaan.
Aliran Nichiren
Soshu didirikan oleh Nichiren. Ajarannya bertujuan mengembalikan aga,a Buddha
kepada bentuknya yang murni yang akan dijadikannya dasar bagi perbaikan
masyarakat Jepang, dan menollak ritualisme dan sentimentalisme aliran Tanah
Suci, melawan semua kesalahan, agresif, patriotis tetapi eksklusif.
Selain ketiga
aliran diatas, pada abad ke 14 muncul aliran keagamaan yang lebih bercorak
Shinto yang dipadukan dengan agama Buddha dan Konfusianisme dengan nama Yosidha
Shinto. Menurut aliran ini, agama Buddha dapat dianggap sebagai bunga dan buah
dari semua dharma di alam ini. Konfusianisme sebagai cabnang dan rantingnya,
dan agama Shinto sebagai akar dan batangnya.
Pada masa
Tokugawa, yang dikenal sebagai masa kedamaian di Jepang, agama Buddha dijadikan
agama resmi negara, meskipun pemikiran keagamaan tidak berkembang sebagaimana
abad-abad sebelumnya. Pemerintah juga mengatur kehidupan keagamann dan
menggunakannya untuk memelihara tata tertib sosial dan kehidupan spiritual
bangsa. Namun keadaan tersebut ternyata menyebabkan rakyat menjadi kurang
senang terhadap para penguasa dan mendorong timbulnya aliran-airan baru dalam
agama asli Jepag yang berusaha untuk mengembalikan masyarakat Jepang pada
kepercayaan asli mereka, yaitu Shinto.
Perkembangan
terakhir menunjukkan bahwa setelah sistem keshogunan dihapus pada gtahun 1868
M, agama Buddha mulai kehilangan sumber keuangan dan prestisenya. Namun dalam
keluwesannya, agama tersebut dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi nya dan
menysusun diri sebagai lembaga agama yang bebas dari negara.
No Response to “Buddhisme di Jepang dan aliran-alirannya (Zen, Amida, Nichiren Shoshu)”
Leave a Reply