disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Buddhisme
oleh : Fadhilati Haqiqiyah
A.
Kondisi
Buddha masa Asoka
Pada tahun-tahun terakhir abad ke-4 sebelum Masehi, Chandragupta
Maurya telah meletakkan dasar-dasar dan menghimpun suatu kekuatan dari suatu
negara yang membentang kira-kira dari Afganistan ke Mysore. Beberapa wilayah
yang pada waktu sekarang yang berada di luar India dan Pakistan juga menjadi
bagian dari kemaharajaan di bawah Chandragupta.
Putra Chandragupta, Bindusara, melanjutkan kemaharajaan ayahnya dan
memperluasnya ke selatan. Kira-kira pada tahun 274 SM, putra Bindusara yaitu
Asoka menggantikan memimpin kemaharajaan yang telah dibangun oleh kakek dan
ayahnya dengan bantuan seorang ahli pemerintahan, Kautilya Chanakya. Mengenai
kemaharajaan Asoka dapat dilihat dari inskripsi yang dibuat atas perintahnya. Prasasti
batu bertulis II, V dan XIII memberikan batas-batas wilayah kemaharajaan. Di
sebelah selatan berbatasan dengan negeri-negeri Cholas, Pandyas, satiyaputra,
dan Keralaputras. Di sebelah utara kemaharajaan membentang sampai kaki gunung
Himalaya. Bangunan-bangunan di Kashmir dan Nepal juga menunjukkan kedua negeri
ini pernah menjadi wilayah kemaharajaan. Di sebelah barat laut membentang dan
berbatasan dengan wilayah kerajaan Syria (raja Antiochus). Negeri-negeri Jayna,
Kamboja, dan Gandhara juga disebut. Kakek Asoka, Chandragupta, pada sekitar
tahun 304 SM dapat menaklukkan Seleucus, salah seorang panglima Iskandar
Zulkarnaen yang membawahi wilayah-wilayah Aria, Arachosia, Gedrosia, dan
Paropanisadai. Semuanya itu ditambah dengan Kerajaan Kalinga yang ditaklukkan
oleh Raja Asoka sendiri setelah pertempuran berdarah pada tahun 262 SM.[1]
Setelah menyaksikan penghancuran kehidupan serta penderitaan yang
tak tertahankan dalam perang Kalinga pada tahun ke-8 pemerintahannya, Raja
Asoka mendapat pengaruh yang baik dari Saṅgha dan menjadi orang yang sama
sekali berbeda. Beliau menggantungkan pedangnya yang tidak pernah dicabutnya
kembali dan memberitakan perhatian yang penuh pada kehidupan yang berdasarkan
moral dan spiritual yang disebut Dharma Wijaya.
Kemunduran Agama Buddha Pada Abad ketujuh agama mengalami
Kemerosotan semakin luas diIndia. Diantara lain disebabkan adanya serangan dari
bangsa Hun putih dari Utara, banyak menghancurkan tempat peribadatan Agama
Buddha. Usaha untuk mengatasi kemunduran juga ada seperti yang dilakukan oleh
Kaisar Hasya (606- 647 M.) akan tetapi kemunduran tersebut sudah tidak dapat
dicegah lagi. Namun , kemunduran Agama Buddha tersebut dapat juga dipandang
sebagai kesempatan untuk Agama Buddha berkembang diluar dari pada India, baik dari
semua Aliran yang ada dalam ajaran Agama Buddha tersebut.
B.
Buddhisme
dan alirannya
Agama Buddha diCina Agama Buddha muncul di Cina tidak begitu pasti
akan tetapi datangnya Buddha di Cina yaitu, pada kekaisaran Ming Ti (58-76 M).
Pada periode awal perkembang Agama Buddha banyak didirikan Wihara- wihara dan
dilakukanya menerjemahkan Naskah- naskah ajaran Agama Buddha kedalam Bahasa
Cina. Agama Buddha terjadi di Cina pada Abad ke-7 sampai ke-9. Aliran Agama
Buddha di Cina, aliran Chan atau dahaya (527-536 M), aliran Viyana (597-667 M),
dan aliran Ching-t’u.[2]
Buddhiisme di China dan Alirannya:[3]
1.
Dhyana
Ch’an adalah ajaran Sang Buddha yang
dibabarkan dengan bahasa yang lebih awam dan penerapannya dalam kehidupannya
sehari-hari.
Ch’an terpengaruh taoisme dan konfusianisme
tanpa mengubah/menyimpang dari ajaran Buddha –Ch’an terbentuk di Tiongkok,
bermula dari kedatangan Bodhi-dharma sebagai Patriarch I. Setelah Hui Neng,
Sistim. Setelah Hui Neng, Sistim patriarch ditiadakan.
2.
Vinaya
Sesuai dengan namanya Mazhab ini
menitikberatkan kepada Vinaya.
Tokohnya: Bhiksu Tao Hsu An (Tiongkok) pada Dinasti Tang (abad VI
M)
Sekte ini mengajarkan tentang CATUH-VINAYA (She Fen Lii) yaitu
Empat Sumber Vinaya yang terdiri dari:
1. Sarvastivada Vinaya
(Se Th’ung Lii)
2. Dharmagupta Vinaya
(She Fen Lii)
3. Mahasangika Vinaya
(Ta Seng Che Lii)
4. Mahisasaka Vinaya (U
Pu Lii)
Susunan dari Vinaya terdiri dari 250 pasal:
1. Parajika
4 pasal
2. Sanghavasesa 13
pasal
3. Aniyata
2 pasal
4.
Naihsargika-prayascittika 30 pasal
5. Prayaschitta 90 pasal
6. Pratidesaniya 4 pasal
7. Siksakaraniya 100 pasal
8.
Adhykarana-samadha
7 pasal
Berdasarkan Brahmajala Sutra Mahayana (Fan Wang Ching) dikenal juga
Bodhisatva Sila (Phu Sa Chi/Po Sat Kai):
1. Garukapatti 10 pasal
2. Lahukapatti 48 pasal
Salah satu ciri Bodhisatva Sila adalah harus vegetarian (cia cai).
Bagi umat awam dianjurkan untuk menerapkan Panca sila Buddhis.
3.
Chen
Yen
Chen Yen merupakan salah satu mazhab
dari aliran Buddha Mahayana. Ada beberapa aliran dalam mazhab Mahayana, antara
lain : San-lun, We-shih, Tien-tai, Hua-yen, Chan, Ching-tu, Chen-yen.
Diantara ketujuh aliran tersebut hanya empat yang paling berpengaruh, yaitu :
Tien-tai, Hua-yen, Chan, Ching-tu.[4]
Jika ada kesalahan dalam tulisan ini, harap di maklum, atau isi komentar. karena penulis masih dalam tahap belajar. :)
[1]
Tim Buddhaketta, Raja Asoka, diakses pada 24 mei 2013, dari http://www.buddhakkhetta.com/User/Kat1/Sub11/Art70/baca.php?com=1&id=170
[2]
Wong Cilik, Agama Buddha, diakses pada 24 mei 2013, dari http://gantengna20.blogspot.com/2013/05/agama-buddha_3.html?showComment=1369349197095#c8395614173698510835
[3]
Lili dewi, Aliran Chan, diakses pada 24 mei 2013, dari http://lilidewi94.blogspot.com/2012/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html
[4]
Ipunk Intan, Buddha di India dan Tiongkok, diakses pada 26 Mei 2013,
dari http://budhisme10.blogspot.com/2012/05/peradaban-agama-buddha-di-india-dan-di.html
No Response to “ Buddhisme di India”
Leave a Reply